PINRANG, MERPOS — Maulid Akbar Nabi Muhammad SAW dirangkai Sayyang Pattudu (Kuda Menari) yang turut didukung KAPPAL (Komunitas Arisan Palluluareng Lero)
digelar secara meriah, di Lapangan Desa Ujung Lero, Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Tradisi Sayyang Pattudu adalah warisan budaya takbenda dari suku Mandar, Sulawesi Barat (Sulbar). Puluhan ribu orang menyaksikan acara yang digelar dua tahun sekali, Senin (29/9/2025). Merupakan harmoni kebudayaan dan perayaan keagamaan sebagai motivasi bagi anak-anak untuk tekun belajar Al Qur’an.
Usai ceramah Maulid akbar yang dihadiri awal Wakil Bupati Pinrang Sudirman Bungi, selanjutnya menyaksikan Sayyang Pattudu, Bupati H.A.Irwan Hamid, Kades Ujung Lero Ahmad Syarif, TH, dan Ketua Panitia Muhiddin. Warga kemudian mendekati pohon pisang yang telah dihias. Umumnya hiasan berisi telur yang sudah direbus. Sejumlah makanan dan minuman juga dibagikan kepada pengunjung yang menghadiri peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Selesai kegiatan Maulid akbar, siang hari usai Salat Duhur, panitia kemudian menggelar tradisi Sayyang Pattu’du. menampilkan sekira 43 kuda yang telah dilatih khusus. Kuda tersebut berjalan sambil menari diiringi musik rebana.
Kuda tersebut ditunggangi satu hingga dua orang yang telah khatam Alquran. Pesertanya bukan saja warga Ujung Lero, tetapi juga warga Suku Mandar yang di Luar Provins Sulsel.
Adapun 1 (satu) Sayyang Pattudu dengan sewa biaya 15 juta include(1 kuda, peserta rebana, transport, dll) dari Sulbar itu, star di Lapangan memberi penghormatan di panggung utama, kemudian diarak keliling kampung dan disaksikan puluhan ribuan pengunjung dari berbagai daerah.
Zaman dulu, Sayyang Pattudu ini digelar hanya untuk kalangan bangsawan Suku Mandar saja. Namun karena seiring perkembangan modern, atas saran seorang ulama saat itu, sehingga Sayyang Pattudu digunakan sebagai salah satu syiar Islam. “Kini, kuda menari ini bisa ditunggangi warga yang sudah khatam Al-Qur’an. Mereka kemudian dipandu, lalu diarak keliling ke pemukiman warga.

Diantara pengunjung asal Kota Parepare, Nurhayati Taslim mengaku pertama kalinya menyaksikan ‘Nyareng Menari’ dihias mengikuti irama musik tradisional. Juga salut pelayanan Mbak Jumirah bersama suaminya Mas Parjo warga Ujung Lero, meskipun asal Jawa namun mengikuti adat istiadat Mandar, menyuguhkan makanan tradisional diantaranya sokko ubi, jepa ubi dan ikan masak mandar, sedap rasa selangit.
Disisi lain, aktivitas perdagangan warga setempat nampak ketiban rezeki dari hasil jualan kuliner lokal dan minuman, maupun industri kreatif. Juga bisa menjadi salah satu daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke Desa Ujung Lero menyaksikan Sayyang Pattudu. Sehingga berpotensi meningkatkan pendapatkan asli daerah, ujar Ketua Komunitas ASF, Kota BJ.Habibie. (SRI-ANDIS/MERPOS)












