Dulu, Kawasan Panker (pantai kering) boleh dibilang sebagai satu-satunya tempat untuk nongkrong bagi segala lapisan umur. Mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang dewasa.
Laporan: Darwis Pantong
Di era 2007 hingga menjelang 2020-an, lokasi yang berada dalam kompleks Monumen Ganggawa, Jalan Jenderal Sudirman Pangkajene, Maritengngae, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan ini, adalah tempat favorit semua kalangan untuk bersantai.
Suasananya sejuk dan nyaman karena berlatarbelakang pepohonan rimbun dan dilengkapi dengan gazebo-gazebo maupun tempat-tempat duduk, sehingga sangat refresentatif untuk dikunjungi bersama keluarga, sahabat, relasi, dan handai taulan.
Selain itu, suguhan aneka kuliner tradisional dan moderen menggugah selera tersedia di tempat ini untuk dinikmati. Salah satu makanan paling banyak diminati pengunjung ketika itu adalah ‘sanggara peppe’ (pisang muda digoremg kemudian dibuat pipih). Penganan khas Bugis ini paling nikmat disantap dengan sambal terasi yang diracik tersendiri.
Namun, seiring berdirinya sejumlah kafe-kafe dan rumah-rumah makan moderen maupun warung-warung kopi atau coffee shop dengan konsep kekinian, perlahan kawasan pusat kuliner yang juga berfungsi sebagai hutan kota dan taman bermain ini ditinggalkan pengunjung.
Kedai-kedai atau tenda-tenda tempat jualan yang dulunya ramai dipadati pengunjung setiap hari, kini nampak sepi. Bahkan sebagian besar sudah tutup, meski properti seperti kursi dan meja maupun lemari milik pedagang masih tersimpan di tempatnya. Ada yang sudah rusak karena diterpa air hujan dan sinar matahari atau dimakan rayap.
“Sudah banyak yang berhenti (menjual). Pengunjung tidak seperti dulu lagi. Setiap hari tetap ada. Tapi, tidak banyak,” kata salah seorang wanita paruh baya pemilik kedai di Panker yang ditemui MERPOS, Ahad pagi (3/11/2024).
Menurutnya, beberapa pedagang memilih meninggalkan lokasi tersebut dan pindah berjualan di tempat lain yang cenderung banyak dikunjungi orang. “Masih sekitaran sini. Dulu ramainya di pelataran depan (Monumem Ganggawa) dekat jalan raya. Tapi, di situ juga sudah pada tutup. Sekarang pindah lagi ke jejeran troroar depan stadion,” terang perempuan itu lagi.
Dia sendiri bersama beberapa pemilik kedai di Kawasan Panker masih bertahan berjualan lantaran saban hari masih ada pengunjung yang sering datang. “Tapi, hanya satu-dua. Tidak menentu juga. Bahkan kadang sepi mulai pagi hingga sore,” keluhnya sambil menyapu bunga-bungaan yang berguguran dari atas pohon.
Padahal, dulunya, Panker ini ramainya mulai pagi hingga malam hari. “Malah dulu paling ramai kalau malam. Apalagi kalau malam liburan seperti malam minggu. Kini, sore sudah tutup semua. Tidak ada lagi yang datang. Mereka (pengunjung) ke kafe-kafe atau warkop nongkrong,” ucap wanita ini.
Dia berharap, Pemerintah Kabupaten Sidrap mencarikan solusi agar kawasan yang dulu menjadi pusat jajanan dan amat populer dengan julukannya: Panker ini kembali ramai dikunjungi warga baik dari dalam maupun luar daerah seperti sebelumnya, sehingga para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di sektor kuliner ini bisa kembali berdaya.
Nah, sebuah tantangan bagi para pasangan calon bupati dan wakil bupati yang akan berkompetisi di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sidrap 2024. Siapa pun nanti terpilih dalam kontestasi ini, para pedagang Panker menaruh harapan besar kepadanya agar kawasan wisata kuliner tersebut bisa kembali berjaya seperti sediakala. (*)