PAREPARE,MNC – Prof Said Karim, Guru Besar Fakultas Hukum Unhas bilang, dari sekian Kapolda di Sulawesi Selatan dimana dirinya diminta Polda Sulsel menjadi Staf Ahli, baru Inspektur Jenderal Polisi Mas Guntur Laupe yang kesehariannya, tampil tak berjarak dan tak bersekat dengan anak buahnya, dan dekat dengan rakyat. 11 bulan menjabat, waktu yang lebih dari cukup, Mas Guntur mampu tuntaskan semua tugas yang dipikulnya.
“Kami menyebutnya Jenderal tanpa Sekat dan itu menjadi judul buku yang akan kami segera luncurkan,” kata Ketua Ikatan Keluarga Masyarakat (IKM) Parepare Andi Syamsul Alam Mallarangeng kepada wartawan, seusai bersama Prof Said Karim dan tokoh masyarakat Parepare bersilaturahmi dengan Kapolda Sulsel, Mas Guntur Laupe, di Rujab Kapolda, Jalan Andi Mappaouddang, Makassar.
Prof Said Karim, salah satu dari 50 penulis yang menyumbangkan tulisannya di buku yang akan diterbitkan oleh IKM Parepare, November nanti.
Buku ini, didedikasikan warga IKM Parepare kepada Irjen Pol Mas Guntur Laupe yang telah berakhir masa tugasnya sebagai Kapolda Sulsel, pekan lalu.
Tanpa jarak dan tanpa sekat dengan rakyat, kata Said Karim, menjadi prinsip kepolisian modern era kekinian, seperti kata Sir Robert Pell (The Metropolitan Police London) Inggris, tak berjarak dengan masyarakat, membuat tugas polisi semakin sangat mudah. Dan ini menjadi senjata utama Polisi, di era modern dalam menjalankan tugasnya.
Inisiator penerbitan buku kumpulan tulisan tentang sosok Mas Guntur Laupe, Prof Budimawan Pagalay dan Dr Rahmat Muhammad, mengatakan buku Jenderal tanpa Sekat itu, sebagai bentuk penghargaan dan terimakasih sahabat Mas Guntur dari berbagai profesi dan daerah.
“Mas Guntur yang telah berhasil dan sukses menjalankan tugasnya sebagai Kapolda Sulsel, meski hanya 11 bulan,” ujar Budiman Pagalay.
Faktanya, menurut Rahmat Muhammad sosiolog Unhas, memang demikian.
“Salah satu kesuksesan Mas Guntur Laupe sebagai Kapolda Sulsel, bisa dilihat, bagaimana Jenderal Mas Guntur menangani kasus-kasus unjuk rasa besar di Sulsel dua tahun terakhir ini. Pertama, unjuk rasa menyambut pelantikan Presiden RI dan hari buruh.
Kemudian kita bisa melihat bagaimana Mas Guntur menangani pengambilan paksa, atau pencurian jenazah pasien Covid-19 oleh keluarga di beberapa rumah sakit di Makassar,” kata Rahmat yang bersama Prof Budimawan Palagay, menjadi editor buku yang didislay di seluruh toko buku Gramedia di Indonesia.
MULAWARMAN)