PAREPARE MNC. Pemotongan tunjangan sertifikasi guru oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Parepare dilakukan berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 900/471/SJ tentang, Pemotongan, Penyetoran dan Pembayaran Iuran Jaminan Kesehatan Bagi Pekerja Penerima Upah Pemerintah Daerah. Ini ditegaskan Arifuddin Idris, kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Parepare, kepada Merposnews.com sore tadi, Selasa (25/5).
“Besaran pemotongan iuran yang diatur dalam Surat Edaran Mendagri adalah, 5 persen dari gaji atau upah per bulan. Itu dengan komposisi 4 persen dibayar oleh pemberi kerja, dan 1 persen dibayar oleh peserta yang dibayarkan langsung kepada BPJS Kesehatan melalui Kas Negara. Ketentuan ini berlaku bagi PekerjaPenerima Upah (PPU) yang menjadi kewajiban bagi Pemerintah Daerah termasuk PNS guru daerah. Itu berlaku mulai 1 Januari 2020,” jelas Arifuddin.
Surat Edaran Mendagri itu yang menjadi dasar Disdikbud melakukan pemotongan tunjangan sertifikasi kepada para guru penerima di Parepare.
“Pemotongan langsung dibayarkan kepada BPJS Kesehatan. Jadi sama sekali tidak ada yang tertinggal di Dinas Pendidikan,” ungkap Arifuddin.
Penjelasan Arifuddin sekaligus menjawab tudingan yang beredar melalui media sosial (Medsos) tentang pemotongan sertifikasi guru.
Dalam sebuah akun facebook (Fb) menuding Kadis Pendidikan dan Ketua PGRI Parepare melakukan pembiaran pemotong sertifikasi guru-guru.
“Saya sesalkan adanya informasi bias yang beredar di media sosial tentang pemotongan tunjangan sertifikasi guru itu. Padahal kalau dikomunikasikan dengan baik, datang langsung minta penjelasan, saya bisa jelaskan dengan baik. Tidak perlu lewat media sosial seperti itu,” kata Arifuddin sekaligus mengklarifikasi tudingan di Medsos.
“Ini adalah bagian dari risiko jabatan, apalagi di era reformasi dan keterbukaan informasi publik saat ini. Karena itu, saya merasa perlu meluruskan informasi yang bias ke publik, sekaligus mengklarifikasi tudingan yang beredar di Medsos,” kata Arifuddin
Lebih jauh dijelaskan Kadis Dikbud Kota Parepare ini, pihaknya sudah melakukan sosialisasi tentang pemotongan tersebut dengan mengundang semua guru penerima sertifikasi pada Oktober 2020.
“Karena aturan tentang pemotongan itu berlaku sejak 1 Januari 2020, sehingga dalam sosialisasi ditekankan pemotongan dilakukan sejak Januari 2020 hingga September 2020 atau sembilan bulan,” jelas Arif sapaan akrab kadis Dikbud Parepare.
Arif mengakui, saat proses pemotongan sempat ada kesalahan pemahaman dari operator Disdikbud yang melakukan input ke BPJS Kesehatan.
“Dia memotong 1 persen per bulan, sehingga secara keseluruhan 9 persen untuk 9 bulan. Sementara sertifikasi ini tidak diterima setiap bulan, melainkan per triwulan. Jadi seharusnya yang dipotong itu hanya 1 persen per triwulan, sehingga keseluruhan hanya 3 persen untuk tiga triwulan,” terang Arif.
Ditegaskan, meskipun terjadi kesalahan pemotongan, dana tersebut tidak masuk di Disdikbud melainkan semuanya masuk di rekening BPJS Kesehatan.
“Saya sudah tegur Pak Ramli (operator Disdikbud), karena tidak berkoordinasi dan melapor kepada saya terkait pemotongan itu. Padahal ada kesalahan dalam memahami aturan pemotongan itu. Tapi semua pemotongan itu masuk ke reekening BPJS Kesehatan, sama sekali tidak ada di Dinas Pendidikan atau rekening pribadi,” tegas Arifuddin.
Kesalahan dalam pemotongan ini, sudah dilaporkan ke BPJS Kesehatan, dan sudah dikembalikan ke Kas Daerah. “Saat ini sudah di Kas Daerah, jadi kami minta guru-guru bersabar dulu. Karena untuk mengeluarkan dana dari Kas Daerah butuh payung hukum seperti SK Parsial, Perwali, SK Walikota. Dan sementara ini diinput data-data berapa potongan per orang, yang akan dikembalikan langsung ke rekening guru-guru bersangkutan,” tandas Arifuddin.
Jumlah guru penerima sertifikasi di Parepare yang akan menerima pengembalian kesalahan pemotongan itu sekitar 800 orang. Sementara jumlah dana yang akan dikembalikan senilai total Rp678 juta. (DULKIN SIKKI/MNC)