MAKASSAR, MNC – Suasana di seputaran Pengadilan Negeti (PN) Makassar hari itu terlihat ramai. Bahkan, pengunjung sempat berdesak-desakan. Di tengah keramaian itu, dikenal ada penggiat antikorupsi, ada penasehat hukum, akademisi, simpatisan Nurdin Abdullah, sejjmlah awak media dan unsur lainnya.
Kondisi yang mengundang perhatian tersebut, tak lain, suasana menjelang Sidang Putusan kasus yang menjerat Gubernur Sulsel non aktif, Nurdin Abdullah. Termasuk, vonis Edy Rahmat (ER), mantan Sekr7etaris Dinas PUPR Prov Sulsel.
Perjalananmya, setelah melalui proses hukum yang relatif panjang — menelan waktu lebih kurang 9 bulan — akhirnya Majelis Hakim Tipikor di PN Makassar menjatuhkan vonis kepada Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat. Gubernur Sulsel non aktif Nurdin Abdullah (NA) dijatuhi hukuman pidana penjara 5 tahun pidana penjara dan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan.
Vonis hakim untuk NA, inisialnya, lebih rendah dari tuntutan JPU KPK (Jaksa Penutut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi), yang menuntunya 6 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta sebagai pidana pokok. Sedangkan ER yang putusannya lebih awal dibacakan, divonis 4 tahun penjara subsider 2 bulan.
Selain itu, NA juga dicabut hak politiknya atau hak dipilih menjadi pejabat publik selama 3 tahun terhitung mulai setelah menjalani hukuman. Pidana tambahan lainnya, NA juga dibebani membayar uang pengganti sebesar Rp 2 miliar dan 350 dolar Sjngapura serta biaya perkara Rp 7.500. Putusan dicabutnya hak dipilih selama 3 tahun itu juga lebih rendah dari tuntutan jaksa selama 5 tahun sebagaimana telah dibacakan JPU KPK, Zaenal Abidin.
Sidang dipimpin, Ketua Majelis Hakim Ibrahim Palino yang pada intinya menyampaikan amar putusannya bahwa NA terbukti secara sah dan meyakinkan dinyatakan telah menerima suap dan melanggar Pasal 12 huruf a UU RI Nomor 31 tahun1999 tentang Pemerantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Dimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20; tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
NA juga dinyatakan terbukti melakukan gratifikasi dari sejumlah kontraktor dan melanggar Pasal 12 B UU Pembedantasan Tindak Pidana Koeupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Nurdin Abdullah ketika masih Calon Gubernur Sulsel didampingi Cawagub Andi Sudirman Sulaeman dalam satu acara (Foto: Dok. Gubernuran)
Bakal Cagub Sulsel 2024 Bakal Ramai
Terdakwa NA yang mengikuti sidang secara virtual, dari raut wajahnya terlihat cukup tegar, meski sesekali menunduk dan mengusap muka dengan tangan.
Tertangkap kamera, NA yang terbiasa mengkancing penuh bajunya ini juga sesekali tersenyum dan malah tertawa ketika berinteraksi dengan penasehat hukumnya. Semoga ujian berat ini, NA diberikan kekuatan menerimanya. Kemudian kepada yang lain dijadikan pelajaran berharga.
Sebagaimana diketahui, masyarakat Sulsel khususnya dan bahkan seluruh Indonesia sangat kaget ketika seorang Gubernur Nurdin Abdullah yang dikenal sosok pejabat cerdas, berprestasi dan amat sopan dan beretika, tiba-tiba di OTT (Operasi Tangkap Tangan) KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Tepatnya, Tim KPK melakukan OTT di Rujab Gubernur Sulsel, Makassar, 27 Februati 2021 dinihari lalu.
Spekulasi pun bermunculan ketika itu. Ada yang mengatakan, ini sarat dengan muatan politik, KPK salah prosedure, bukan OTT katena NA sedang istirahat lantas dibangunkan, ini kriminalisasi, ada lagi yang lebih tegas mengatakan KPK bukan Operasi Tangkap Tangan tapi Operasi Tangkap Tidur, dan sebagainya.
Satu statemen yang menarik, ketika itu sempat direkam MERPOSnews.com. Adalah Dr. Abdullah Sinring, M. Pd, akademisi dari UNM (Universitas Negeri Makassar). Pernyataannya tak memasuki wilayah hukum dan kasusnya. Akan tetapi terkait dengan dampak dan prediksinya tentang konstalasi politik Sulsel akibat NA tersandung.
“Saya melihat, kasusnya, Pak Nurdin Abdullah itu ibarat pesawat yang sedang terbang tinggi lantas terjadi turbulensi (maksudnya, terjadi awan comulonumbus yang langsung menghempaskan pesawat), ” ujar ademisi jurusan Bimbingan dan Konseling itu rada bermakna.
Abdullah Sinring, sosok yang terkadang dipercaya sebagai penguji Tes Psikologi calon pejabat publik ini enggan berkomentar jauh tentang seluk-beluk kasus NA. Ia cuma memprediksi dampak dari lengsernya NA, bakal calon Gubernur Sulsel menuju Pilkada 2024 bakal ramai bermunculan. Lain halnya, lanjutnya, seandainya NA berlanjut, sangat ungkin tak banyak yang berani melawan kualitas NA dan cenderung NA kembali lolos ke periode kedua.
Namun KPK itu, menepis semua itu dan terus memprosesnya. Besoknya paginya, (27/2/2021) menjelang tengah hari, KPK menetapkan NA sehagai tersangka. Selanjutnya, dilakuan penahanan, pemeriksaan saksi-saksi dan penyidikan yang pada akhirnya berkasnya dilimpahkan ke PN Makassar per 12 Juli 2021. Bila dicermati, dari saat penyerahan berkas hingga sidang putusan, menelan waktu sekira 9 bulan.
Bagaimana pasca putusan NA. Kuasa Hukum NA, Irwan Irawan menyerahkan sepenuhnya kepada kliennya NA untuk memutuskan apakah banding atau tidak, karena masih ada waktu 7 hari untuk memutuskan. Demikian juga, JPU KPK, Zainal Abidin masih pikir-pikir dalam tenggang waktu 7 hari pasca sidangn putusan. (ABDUL).
Semoga NA di diberikan kekuatan menerima ujian berat ini (Foto: Dok. Gubernuran)