MAROS, MERPOS – Majelis hakim yang dipimpin langsung oleh Ketua Pengadilan Negeri (PN) Maros, Khairul, SH, MH, Rabu (3/4/2024) siang sampai sore, kembali memeriksa sebanyak 4 (empat) orang saksi dalam sidang lanjutan perkara kematian Virendy Marjefy Wehantouw (19) – mahasiswa jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin (FT Unhas). Saat mengikuti kegiatan Pendidikan Dasar dan Orientasi Medan (Diksar & Ormed) XXVII UKM, Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) 09 FT Unhas pada Januari 2023.
Sedianya dalam persidangan kali ini jaksa penuntut umum Ade Hartanto, SH mengagendakan menghadirkan sejumlah senior UKM Mapala 09 FT Unhas, yang oleh saksi-saksi pada sidang sebelumnya disebut- sebut terlibat langsung dalam kegiatan Diksar & Ormed ini, namun yang hadir hanya 4 (empat) orang saja. Dari keempat senior ini ada diantaranya mengaku masih berstatus mahasiswa, dan ada pula yang sudah berpredikat alumni. Keempat senior tersebut yakni Muhammad Umar, Andi Ilham, Andi Syahruddin dan Andi Rivai.
Dalam keterangannya ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dilancarkan majelis hakim, jaksa penuntut umum maupun penasehat hukum Dr. Budiman Mubar, SH, MH yang mendampingi terdakwa Ibrahim Fauzi dan Farhan Tahir, para saksi menerangkan bahwa, pengertian status senior di Mapala adalah mereka yang duluan masuk menjadi anggota. Meski para senior tidak aktif lagi dalam aktivitas kegiatan organisasi, namun status keanggotaan Mapala tetap berlaku seumur hidup.
“Saat Diksar & Ormed XXVII UKM Mapala 09 FT Unhas berlangsung, kalian berempat masuk dalam kepanitiaan ? Kalian hadir sebagai apa ?,” tanya hakim ketua, Khairul, SH, MH yang kemudian dijawab para saksi jika mereka tidak tercatat sebagai panitia dalam kegiatan ini. Namun menurut saksi Andi Ilham, selain ada undangan di grup WA UKM Mapala 09 FT Unhas, dirinya juga diundang secara lisan oleh Ketua Panitia (terdakwa Farhan Tahir) dan Ketua UKM Mapala 09 FT Unhas (terdakwa Ibrahim Fauzi).
“Saya diundang dalam kapasitas selaku anggota. Saya juga dianggap sebagai panitia. Karena sesuai TOR (Term Of Reference) dari UKM Mapala 09 FT Unhas, semua anggota berhak jadi panitia di lapangan. Di TOR atau KAK (Kerangka Acuan Kerja) ada pula disebutkan bahwa anggota yang sudah tidak aktif di kampus boleh terlibat dalam kegiatan orientasi medan,” ungkap Andi Ilham yang mengaku pernah menjabat Ketua UKM Mapala 09 FT Unhas periode 2019-2020.
Sementara Muhammad Umar menerangkan, dirinya mengetahui Virendy sudah mengalami drop pada hari ke-4 (Kamis 12 Januari 2023). Saksi melihat korban ditandu dalam kondisi masih hidup, tetapi sudah tidak bisa berjalan dan telah berhalusinasi. Menjawab pertanyaan majelis hakim, saksi mengakui tidak ada tim medis profesional yang berlatar belakang dokter atau perawat. “Yang ada hanya tim medis dari panitia saja dan mereka tidak memiliki sertifikasi di bidang medis. Selama ini kegiatan yang dilaksanakan UKM Mapala 09 FT Unhas hanya menggunakan tim medis panitia saja,” bebernya.
Penjelasan Muhammad Umar itu kemudian disambung oleh saksi Andi Rivai yang menyatakan bahwa, sedianya Tim Bantuan Medis (TBM) Calcaneus dari Fakultas Kedokteran Unhas diagendakan ikut dalam kegiatan ini. Organisasi mahasiswa yang bergerak di bidang kegawatdaruratan dan praktis medis itu bersedia ikut, namun ada permintaan atau persyaratan yang mereka ajukan, tetapi tidak dapat dipenuhi panitia.
Ketika ditanyakan majelis hakim terkait kondisi Virendy yang sudah drop dan tidak segera dipulangkan, beberapa saksi memberi keterangan berbeda. Saksi Rivai mengatakan kebijakan tidak langsung memulangkan korban saat sudah drop merupakan keputusan Ketua UKM Mapala 09 FT Unhas dalam brifing. “Kami para senior hanya memberikan saran dalam brifing itu, tapi yang putuskan adalah Ketua Mapala dengan menyatakan kita lihat dulu kondisi saat evaluasi malam ini dan keadaannya besok pagi,” paparnya.
Apa yang dikemukakan Rivai bertentangan dengan penegasan Ilham yang menyebutkan jika Virendy yang berkeras tidak mau dipulangkan. Padahal saat itu Korpes sudah mengangkatnya untuk mengantar pulang karena ada mobil. Namun pengakuan Ilham ini lalu dipatahkan oleh hakim ketua yang menyampaikan bahwa, Korpes dalam kesaksiannya di persidangan lalu telah menyarankan supaya Virendy dipulangkan, tapi tidak dilaksanakan dan bahkan korban masih dievaluasi lagi.
Menjawab argumentasi majelis hakim selanjutnya dijawab Ilham yang mengakui jika keputusan tertinggi ada di Ketua Mapala. Menurutnya lagi, kewenangan Ketua Mapala sangat besar saat brifing, sementara Ketua Panitia hanya memberi saran. Saksi juga mengakui jika dirinya yang melakukan evaluasi kepada peserta dan Virendy tetap diikutkan dalam kegiatan evaluasi. “Saya yang lakukan evaluasi dan berikan set (hukuman) kepada Virendy,” ujarnya.
“Kenapa mesti lagi dikasih set, sementara kondisi Virendy sudah begitu ? Kenapa dia tidak disuruh istirahat saja di camp peserta ? Menurut keterangan saksi-saksi di persidangan sebelumnya, ada senior bernama Bombom datang di camp peserta dan bangunkan Virendy yang sudah istirahat, serta disuruh menghadap Ilham untuk dievaluasi. Melihat kondisi korban yang sudah lemah, tidak adakah rekomendasi dan pendapat dari tim medis panitia ? Lantas kenapa evaluasi dilaksanakan pukul 01.00 sampai 04.00 subuh ?,” kejar hakim ketua, Khairul, SH menanggapi pengakuan Ilham tersebut.
Saksi Ilham pun mengakui lagi bahwa, dirinya yang masih melakukan evaluasi terhadap diri Virendy dan memberikan hukuman sebanyak 2 set meski kondisi bersangkutan sudah drop. Untuk 1 set yang telah disepakati di technical meeting, terdiri dari 9x push-up, 9x sit-up, dan 9x kengkreng. “Saya kasih Virendy sebanyak 2 set dan dia mampu selesaikan. Mengenai pelaksanaan evaluasi pada pukul 01.00 sampai 04.00 subuh, itu sudah kebiasaan di Mapala. Dalam brifing, Ketua Mapala yang pertama kasih saran untuk melakukan evaluasi terhadap diri Virendy dan melihat lagi kondisinya besok paginya,” tandasnya.
Usai mendengar keterangan keempat senior Mapala saat menjawab pertanyaan- pertanyaan yang dilancarkan majelis hakim, jaksa penuntut umum dan penasehat hukum, kedua terdakwa baik Ibrahim Fauzi (Ketua UKM Mapala 09 FT Unhas), maupun Farhan Tahir (Ketua Panitia Diksar & Ormed XXVII UKM Mapala 09 FT Unhas) tidak memberikan tanggapan ataupun bantahan. Majelis hakim lalu menunda sidang sampai Rabu 17 April 2024, untuk memeriksa saksi -saksi lainnya yang akan dihadirkan jaksa penuntut umum.
Virendy Tak Mau Dipulangkan ?
Ny. Femmy Wehantouw, ibu kandung Virendy yang tampak hadir mengikuti jalannya persidangan kepada media ini ketika dihubungi Rabu (3/4/2024) malam menyampaikan, perlu dipertanyakan keterangan saksi Ilham yang menerangkan bahwa Virendy yang berkeras tidak mau dipulangkan saat kondisinya sudah drop. Sebab pengakuan Ilham ini bertentangan dengan kesaksian seorang peserta yakni Sri pada sidang lalu yang menyatakan bahwa, Virendy telah memberitahukan jika dirinya mau pulang dan tidak sanggup lagi melanjutkan perjalanan.
Bahkan pada persidangan lalu ketika Sri dan peserta lainnya didengar kesaksiannya, kesemuanya menjawab pertanyaan majelis hakim dengan menerangkan jika mereka tidak berani bersuara saat melihat kondisi Virendy sudah drop. Kesemua peserta tidak berani angkat bicara memberi saran kepada senior untuk memulangkan Virendy, karena sudah menjadi kultur di Mapala bahwa senior tidak pernah salah.
“Pengakuan senior bernama Ilham yang menyebutkan masih melakukan evaluasi pada Kamis (12/1/2023) tengah malam pukul 01.00 sampai 04.00 subuh, dan memberikan hukuman sebanyak 2 set (54 gerakan) serta menyuruh Virendy berlari dalam kondisi tubuh yang sudah drop dan lemah, secara logika tidak bisa diterima dengan akal sehat. Itu sama saja dengan tindakan penyiksaan yang tidak manusiawi,” tutup Ny Femmy dengan nada suara penuh kesedihan. (*)