OPINI HUKUM PEMILU SERENTAK 2024
Pemilu sebagai wujud dari keikutsertaan rakyat sehingga perlu dilaksanakan kesesuaian metode ketetapan dalam hukum. Salah satunya pada penentuan kepala wilayah dimana pada awal mulanya direncanakan pada tahun 2022 serta 2023 menjadi bersamaan pada tahun 2024.
Asumsi kalau penentuan kepala wilayah dilaksanakan berbarengan tahun 2024 membagikanatensi spesial pada semua bagian hal membela anti. Akibat dari terdapatnya penentuan kepala wilayah serentak tahun 2024 hendak terjalin pada KPU selaku eksekutor pemilu serta akan mengulang kembali kerumitan permasalahan pada pemilu 2019.
Penyelenggaraan pilkada serentak bersama dengan pileg dan pilpres memungkinkan akan mengalami berbagai kekurangan. Pertama, jadwal pada pemilu pilpres yang disatukan dengan pileg memungkin pileg menjadi terbengkalai, dimana masyarakat akan lebih fokus pada pilpres. Hal ini juga dapat mempengaruhi pengaruhi mutu dari pilkada.
Selain itu juga terdapat coattail effect dimana kesempatan capres berhasil dengan cara lebih banyak mencapai banyak sokongan di pilkada 2024. Kedua, Seharusnya tiap pemilu diserahkan haknya, pilpres terlebih dulu sebab kita menganut sistem presidensial, setelah itu pileg, setelah itu pilkada ditahun yang berlainan. Tiap pemilu mempunyai hak masing-masing, dimana kala pilpres membahas tantangan serta kesempatan bangsa dengan cara nasional dari ujung administrator, sedangkan pileg mengenai mutu legislator, kemudia pilkada mengenai permasalahan lokal bagus provinsi ataupun kabupaten atau kota.
Menurut Ketua KPU Ilham Saputra, usulan mengenai pilkada serentak 2024 didasari sejumlah hal mendasar, terutama UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. KPU menjelaskan mengenai wacana revisi UU No. 7 tahun 2017 tentang pemilu dan UU No. 10 Tahun 2016 tentang pemilihan bahwa pemilu akan diselenggarakan sesuai UU No. 7 Tahun 2017 serentak pada tahun 2024.
Selanjutnya, KPU menegaskan bahwa sebagai lembaga penyelenggara pemilu, KPU taat dan patuh pada peraturan perundang- undangan yang berlaku, dalam hal ini adalah Pasal 167 ayat [1] UU No. 7 Tahun 2017 dan pasal 201 ayat [8] UU Nomor 10 tahun 2016. Pada pasal tersebut pada prinsipnya mengatur bahwa pemilu dan pemilihan serentak nasional akan diselenggarakan pada tahun 2024.
Pilkada serentak tahun 2024 yang diamanatkan dalam pasal 201 ayat [8] UU Nomor 10 Tahun 2016 perubahan kedua UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang pilkada yang akan diikuti 33 Provinsi, 415 Kabupaten, dan 93 Kota sehingga berjumlah 541 daerah otonom atau daerah secara serentak akan melaksanakan pilkada di tahun 2024. KPU menambahkan bahwa kewenangan dalam hal pembentukan dan perubahan undang-undang ada pada pembentuk UU yaitu DPR bersama Pemerintah.
KPU selaku penyelenggara pemilu fokus pada tugas, wewenang, dan kewajibannya sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sesuai aturan, KPU juga hanya dapat memberikan masukan dan pengalaman menjalankan pemilu dan pemilihan kepada Kementerian Dalam Negeri selaku perwakilan Pemerintah dan DPR selaku perwakilan legislatif.
Terakhir, KPU menjelaskan bahwa dalam prosesnya, semua dilaksanakan dengan berkoordinasi dalam bentuk Tim Kerja yang terdiri dari DPR, Kemendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP.
Tantangan regulasi jika melihat UU No. 7 Tahun 2017 yang menjadi dasar penyelenggaraan pemilu 2019 dan kemungkinan masih tetap digunakan pada pemilu 2024. Dalam undang-undang tersebut terdapat beberapa norma yang sulit untuk diterapkan dan ditegakkan. Misalnya dalam penegakan hukum politik uang yang diatur dalam beberapa pasal UU No. 7 Tahun 2017 yakni pasal 278 ayat [2], pasal 280 [1] huruf j, pasal 284 dan pasal 515 serta ketentuan pidana diatur dalam pasal 532 ayat [1], [2], dan [3].
Penentuan kepala wilayah jadi momentum untuk warga buat bisa memilah atasan keseuaian dengan ambisinya. Dalam UU No 10 Tahun 2016 mengenai pilkada, hendak akan dilaksanakan tahun 2024, namun sesungguhnya hukum itu sedang bisa diprediksi keseuaian dengan keinginan dari tiap-tiap daerahnya. Setelah berakhirnya sebagian kepala wilayah pada tahun 2022 serta 2023 sehingga membutuh dilakukannya pilkada balik, namun pilkada hendak berbarengan dilaksanakan pada tahun 2024.
Harapan dari KPU serta partai politik untuk membuat melakukan perbaikan Undang-undang pilkada.
KPU sendiri membutuhkan perbaikan mengenai teknis penerapan pemilu berbarengan tahun 2024 tidak semacam pemilu serentak tahun 2024 sebagian badan KPPS yang hadapi kehilangan. Namun nyatanya tidak terdapatnya perbaikan UU pemilu pada pilkada yang akan dilaksanakan pada tahun 2024, serta terdapatnya kekosongan kepemimpinan di bermacam area dengan diisi oleh eksekutif kewajiban.
Negara membutuhkan perbaikan dalam pilkada serentak dilaksanakan pada tahun 2024 dengan memikirkan pada bermacam perihal. Bila penguasa senantiasa memutuskan terdapatnya pilkada yang dilaksanakan dengan cara serentak, hingga butuh terdapatnya perbaikan hukum pemilu, paling utama pada teknisi KPU.
Untuk menghindari terulangnya kasus pada pemilu serentak di tahun 2019 karena banyaknya korban jiwa panitia KPPS.