NAMANYA “pak Jepu”. Pria penderita sakit ginjal berusia 40 tahun itu. Sebulan yang lalu ia berprofesi sebagai buruh bangunan. Tapi sekarang, ia tidak aktif lagi bekerja disebabkan penyakit yang tengah dideritanya.
Hari ini (kemarin-red), Rabu, 4 Juli 2018. Saya baru saja berkenanlan dengannya, di rumah mertuanya Jalan Lembu (panre bessie) kota Pinrang.
Kenapa saya tertarik mengenal pak Jepu? Sebelumnya beredar foto Jepu yang dishare media online MERPOSnews.com dengan caption; “Warga miskin di Pinrang sakit ginjal, tak bisa berobat ke rumah sakit”.
Berita itulsh yang mengetuk hati nurani saya untuk menelusuri keberadaan pak Jepu. Lalu saya putuskan mencarinya dengan berjalan seorang diri hingga sampailah saya di rumah yang cukup sederhana itu.
Pak Jepu saat ini harus beristirahat di rumah mertuanya. Apakah ia tidak punya rumah?. Sebelumnya ia mengontrak rumah bersama istri yang dinikahinya 9 bulan yang lalu. Namun, karna tidak bekerja lagi, ia memutuskan untuk beristirahat di rumah mertuanya.
Lantas mengapa saya memberikan atensi lebih buat pak Jepu yang katanya mengidap penyakit ginjal? Ya… Sampai hari ini Ayah saya adalah seorang yang harus bertarung melawan penyakit ginjal itu.
Tujuh bulan yang lalu, beliau divonis oleh dokter di rumah sakit UNHAS untuk menjalani proses Hemodialisis (Cuci Darah) yang disebabkan fungsi ginjal tidak berjalan dengan baik, sehingga harus dibantu oleh mesin cuci darah.
Saya biasanya menyebut mesin itu sebagai “ginjal buatan”. Kurang lebih sejam saya bercerita dengan pak Jepu dan keluarganya, menghibur dan mensupport untuk tetap bersabar dan berusaha melawan sakit yang tengah dideritanya.
Kecemasan batin dan kekhawatiran yang dialami oleh keluarganya, pernah juga saya alami dan rasakan. Bagaimana mungkin seseorang tidak syok, ketika saya dan keluarga harus mendengar kata “Cuci Darah”.
Alhamdulillah, pak Jepu tidak harus cuci darah. Dia hanya telah menjani operasi di Rumah Sakit Faisal Makassar sekitar seminggu yang lalu dengan bantuan program BPJS.
Mohon maaf sekali, saya harus menyebut pak Jepu sebagai warga yang kurang mampu. Penghasilannya menjadi buruh bangunan waktu ia sehat, hanya mampu membayar kontrakan rumah dan memenuhi isi perut keluarganya.
Saya pun memilih untuk berbagi dengannya, bukan karna saya lebih baik ekonominya dari keluarganya. Namun ada yang menggerakkan hati saya untuk memberikan atensi kepada pak Jepu.
Menurut saya, kita tidak harus menunggu kaya untuk berbagi. Sebab ada sisi kemanusiaan yang harus tergerakkan untuk bebagi kasih untuk semua insan yang ada di muka bumi ini, walau kita baru sedetik ini mengenalnya.
Semoga Tuhan tidak akan bosan memberikan nikmat kesehatan untuk keluarga saya dan keluarga pak Jepu khususnya. Aamiinn…
Masolo, 4 Juli 2018
Iqbal Ardianto
![](https://merposnews.com/wp-content/uploads/2018/07/IMG-20180705-WA0008.jpg)